Airlangga Hartarto Ingin Fokus Kembangkan Industri Kimia Untuk Tekan Impor

share on:
Kunjungan Menteri Perindustrian RI, Airlangga Hartarto Ke PT Pupuk Kaltim Bontang, Kalimantan Timur, 7 Juli 2018 (Foto-Humas Pupuk Kaltim)

UPDATEINDONESIA.COM- Kementerian Perindustrian terus memacu pengembangan sektor industri kimia dalam negeri dengan mendorong pemanfaatan teknologi terbaru serta peningkatan kegiatan penelitian dan pengembangan.

Upaya ini sesuai implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0 agar industri kimia lebih efisien, inovatif, dan produktif dalam memasuki era revolusi industri generasi keempat saat ini.

“Pemerintah telah menetapkan industri kimia sebagai salah satu dari lima sektor yang akan menjadi pionir dalam penerapan industri 4.0 di Indonesia, selain industri tekstil, otomotif, elektronika, serta makanan dan minuman,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di sela-sela kunjungannya ke PT Pupuk Kaltim Bontang, Kalimantan Timur Sabtu (7/7).

Menurut Airlangga, industri kimia nasional tengah difokuskan pengembangannya agar lebih berdaya saing global. Pasalnya, sektor ini memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, serta berperan penting sebagai penghasil bahan baku untuk kebutuhan produksi industri lainnya.

“Pada tahun 2017, industri kimia menjadi salah satu sektor penyumbang utama terhadap PDB nasional sebesar Rp 236 triliun,” ungkapnya.

Untuk itu, Menperin memberikan apresiasi kepada seluruh industri petrokimia yang beroperasi di dalam kawasan industri KIE yang telah berkomitmen mendukung pembangunan industri nasional. Klaster industri petrokimia pertama di Indonesia ini sudah berjalan lebih dari 30 tahun, yang dimulai dengan berdirinya PT. Pupuk Kalimantan Timur pada tahun 1977.

“Dengan lokasi industri petrokimia di Bontang yang berada dalam kawasan timur Indonesia, keberadaan industri-industri ini tentunya mendorong percepatan pemerataan pembangunan di Indonesia bagian timur,” ujarnya.

Hingga saat ini, sudah ada lima industri petrokimia yang berdiri di kawasan industri KIE Bontang yang menghasilkan komoditas yang beragam, antara lain amonia, pupuk urea, metanol, dan amonium nitrat.

“Selain teknologi dan litbang, hal utama yang juga menjadikan industri petrokimia berkembang di Bontang adalah ketersediaan bahan baku, yaitu gas bumi,” tutur Airlangga.

Kebutuhan gas bumi untuk industri yang beroperasi di Bontang mencapai 452 MMSCFD atau sekitar 59 persen dari penggunaan gas bumi domestik di wilayah Kalimantan Timur. Hal ini perlu menjadi perhatian yang besar terhadap jaminan pasokan gas bumi jangka panjang dengan harga yang wajar.

“Sehingga bisa menjaga kelangsungan seluruh aktivitas industri tersebut agar dapat lebih berkembang dengan struktur yang kokoh dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Namun demikian, saat ini sekitar 804 MMSCFD gas bumi dari wilayah Kalimantan Timur masih diekspor ke luar negeri. Melihat kondisi tersebut dan memperhatikan pasokan gas alam yang cenderung terus menurun, Airlangga memandang perlu pemanfaatan gas bumi yang diutamakan kepada industri di dalam negeri.

“Jadi, perlu menjaga agar tidak ada perpanjangan pasokan untuk kontrak penjualan gas bumi ke luar negeri. Dengan demikian, pasokan gas yang ada di Kalimantan Timur dapat diprioritaskan kepada kebutuhan domestik terutama kelangsungan industri petrokimia di Bontang,” tegasnya.

Disamping itu, Airlangga juga meninjau beberapa sektor industri kimia di kawasan tersebut untuk dikembangkan demi memacu peningkatan nilai ekspor dan menekan nilai impor.

"Kami ingin melihat apa langkah-langkah utama yang harus dilakukan untuk meningkatkan ekspor dan menekan Impor. Karena dari sekian jumlah impor yang ada masih didominasi oleh industri kimia. Maka dari itu Industri Kimia harus jadi perhatian," tandasnya.

Airlangga menyebut beberapa solusi yang akan diusulkan oleh Kementerian Perindustrian diantaranya solusi jangka pendek, menengah dan seterusnya, "kalau menengah dan panjang solusinya adalah substitusi impor dan Investasi," lanjut dia.

Sedangkan solusi jangka pendek misalnya Amonium Nitrat Industri, "karena Industrinya sudah cukup maka impornya harus dibatasi. Jadi beberapa sektor yang terlihat nilai impornya relatif tinggi  sebisa mungkin kita batasi," tungkasnya.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pupuk Kaltim, Bakir Pasaman mengapresiasi niat baik pemerintah yang ingin membatasi impor. Menurutnya, banyaknya pupuk impor, termasuk bahan bakunya, yang berasal dari berbagai manca negara diakuinya jadi salah satu faktor penghambat pemenuhan kuota dalam negeri.

"Pupuk Kaltim mengapresiasi niat baik pemerintah, artinya semakin impor dibatasi semakin baik bagi Pupuk Kaltim. Contoh tahun lalu, Pupuk Kaltim mengekspor urea sebesar 600 ribu ton. Artinya Pupuk Kaltim memiliki stok yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pupuk dalam Negeri. (*)