UPDATEINDONESIA.COM - Fakta baru terus bermunculan dalam kasus penyiksaan terhadap bayi berusia 1 bulan 3 minggu oleh ayah kandungnya di Kota Bontang, Kalimantan Timur. Penyelidikan Polres Bontang mengungkapkan bahwa tindakan kejam ini dilakukan tersangka AA (23) secara berulang sepanjang Juli 2024.
Kasus ini tidak hanya mengejutkan publik, tetapi juga membuka mata masyarakat tentang pentingnya perlindungan anak serta perlunya perhatian lebih terhadap kondisi keluarga yang rentan terhadap kekerasan.
Kapolres Bontang, AKBP Alex Frestian Lumbantobing, mengungkapkan bahwa AA, yang berprofesi sebagai nelayan, terbukti melakukan penyiksaan terhadap anaknya sebanyak empat kali di hari yang berbeda. Tindakan brutal yang dilakukan termasuk mengangkat kaki bayi tanpa menopang tubuhnya, menyebabkan patah pada paha, menekan paha dengan kuku hingga luka, serta mencubit lutut hingga memar.
“Puncak kekejaman tersangka adalah saat ia menjatuhkan bayinya ke lantai, menyebabkan pendarahan di kepala yang mengharuskan perawatan intensif di RS Kota Samarinda,” ujar kapolres dalam konferensi pers pada Rabu (31/7/2024).
BACA JUGA : Motif di Balik Penyiksaan Bayi oleh Ayah Kandung di Bontang
Penyelidikan juga mengungkap motif di balik tindakan AA. Tersangka mengaku sakit hati karena sering merasa diremehkan oleh keluarga istrinya. Selain itu, AA merasa kecewa karena ditolak saat meminta hubungan suami istri dan terganggu karena diminta menjaga bayi saat bermain ponsel. Pengakuan AA juga menyebutkan bahwa ia sempat mengkonsumsi sabu sebulan terakhir sebelum kejadian, sementara penyelidikan polisi mengindikasikan keterlibatan tersangka dalam judi online.
Sementara mertua tersangka, S (43), membantah tudingan sering melecehkan profesi menantunya. Menurut S, tersangka adalah sosok yang tertutup dan keluarga tidak mengetahui adanya masalah dalam rumah tangga mereka hingga tersangka ditangkap polisi. S juga menyebut bahwa AA masih tinggal di rumah petak milik mertuanya di Jalan Baronang, Kelurahan Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan.
S menambahkan bahwa pernikahan tersangka dengan anaknya terjadi saat mereka masih di bawah umur dan tanpa restu keluarga, namun tetap diterima karena sudah terlanjur dan mereka saling mencintai. Dari pernikahan yang telah berlangsung lima tahun tersebut, tersangka dan istrinya dikaruniai dua orang buah hati. Anak pertama berusia sekitar dua tahun dan anak kedua yang menjadi korban baru berumur kurang lebih 40 hari.
"Kami tidak tahu kalau mereka ribut, padahal tempat tinggal kami hanya dibatasi dinding papan," ujar mertua pelaku.
Kasus ini terungkap ketika istri AA, N (19), melaporkan tindakan kekerasan suaminya ke polisi pada 23 Juli 2024 pekan lalu. AA pun ditangkap di hari yang sama. Saat kejadian penganiayaan, ibu korban sedang membeli makanan dan mendapati bayinya dalam kondisi menangis dengan luka benjolan di kepala sebelah kanan ketika kembali ke rumah sekitar pukul 21.00 Wita.
AA kini dijerat dengan Pasal 80 ayat (2) Jo Pasal 76C Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara. (*)