UPDATEINDONESIA.COM - Komisi XII DPR RI menyoroti lemahnya transparansi pengelolaan dana partisipasi (participating interest/PI) 10 persen dari proyek minyak dan gas (migas) di Kalimantan Timur.
Komisi XII DPR RI menilai pos anggaran “biaya lain-lain” yang seharusnya bisa diakses publik belum memiliki laporan akuntabilitas yang jelas, sehingga berpotensi menimbulkan kebocoran dan mengurangi pendapatan daerah.
Sorotan ini muncul dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi XII DPR dengan Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, dan perwakilan pemerintah daerah, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Anggota Komisi XII DPR RI, Syafruddin, menegaskan hingga kini DPR belum menerima laporan rinci terkait pengelolaan pos tersebut. “Di pasal 4 sudah diatur biaya lain-lain, tapi sampai saat ini pengelolaan 10 persen belum ada lampiran akuntabilitas, terutama di Kaltim,” kata Syafruddin.
Ia meminta jawaban resmi perusahaan dicatat dalam berita acara dan mendesak adanya sanksi bagi pihak yang tidak memenuhi kewajiban laporan. Syaifudin menyoroti lambatnya komitmen PT Eni yang baru menjanjikan pemenuhan aturan PI pada 2036.
BACA JUGA : MK Putuskan Polisi Aktif Tak Boleh Duduki Jabatan Sipil
Legislator Kaltim ini menilai keterlambatan pelaporan dan pembagian PI 10 persen berpotensi menurunkan penerimaan daerah dan melemahkan peran BUMD di sektor hulu migas. Sebelumnya, sejumlah kepala daerah di Kaltim dan Papua Barat meminta percepatan penyerahan PI 10 persen dari kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) blok migas di wilayah mereka.
Sementara Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menyebut Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah penghasil migas terbesar di Indonesia dengan 41 wilayah kerja, 28 di antaranya sudah berproduksi.
“Kaltim menyumbang sekitar 20 persen produksi gas nasional, termasuk cadangan gas raksasa 5 TCF di North Ganal yang ditemukan pada 2023,” tegasnya.
Sementara Papua Barat kaya cadangan gas bumi dan kondensat, tersebar di Blok Kasuri dan Bobara, serta didukung kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni.
BACA JUGA : Pemprov Kaltim Cairkan Rp 44,15 Miliar Program Pendidikan Gratispol untuk 7 Kampus Negeri
Menanggapi hal ini, Dirjen Migas Laode Sulaeman menjelaskan proses penetapan PI 10 persen memerlukan waktu panjang sesuai Permen ESDM No. 37 Tahun 2016 jo Permen ESDM No. 1 Tahun 2025. Tahapannya dimulai dari persetujuan POD I, dilanjutkan SKK Migas, kontraktor, dan BUMD, sebelum Menteri ESDM memberikan persetujuan akhir.
"Di Kaltim, lima wilayah kerja sedang dalam proses pengalihan PI, tiga di antaranya masih menunggu penawaran dari kontraktor ke BUMD," sambungnya.
Sementara di Papua Barat, Genting Oil Kasuri telah memperoleh persetujuan revisi POD I dan dibahas lebih lanjut antara BUMD dan pemerintah provinsi, sementara beberapa wilayah lain harus memulai proses dari awal karena pemekaran daerah.
Apa Itu PI 10 Persen?
Participating interest 10 persen merupakan porsi maksimal kepemilikan yang wajib ditawarkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) kepada BUMD atau BUMN pada wilayah kerja migas. Ketentuan ini diatur dalam Permen ESDM No. 37 Tahun 2016, sebagai turunan dari PP No. 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Migas.
Skema PI 10 persen memberi kesempatan bagi daerah untuk memperoleh keuntungan langsung dari pengelolaan blok migas. Selain menambah pendapatan asli daerah (PAD), keterlibatan BUMD juga diharapkan memperkuat kapasitas daerah dalam bisnis energi melalui transfer pengetahuan dan pengalaman sebagai kontraktor.
Namun, tanpa laporan keuangan yang jelas dan mekanisme kontrol yang transparan, potensi manfaat itu dikhawatirkan tidak akan optimal. Komisi XII DPR pun menegaskan akan terus mengawal implementasi PI 10 persen agar benar-benar dirasakan masyarakat daerah penghasil migas. (red)

Anggota Komisi XII DPR RI - Syaifuddin